Wage Rudolf Supratman adalah “sang maestro” lagu kebangsaan “Indonesia raya”. Namun dalam perjalanan sejarah terdapat kontroversi mengenai dirinya diantaranya mengenai hari kelahiran dan tempat kelahirannya.
Mengenai kelahirannya ada 2 versi yaitu:
1. Senin wage 9 Maret 1903 versi ini tercantum dalam amar putusan Pengadilan Negeri Surabaya ketika kakak-kakaknya mengajukan penetapan ahli waris, karena ada seorang wanita dari Rembang yang mengaku sebagai istri WR Supratman. Tanggal 9 Maret akhirnya oleh pemerintah dijadikan hari musik Nasional saat Presiden RI dijabat oleh Megawati Soekarnoputri.
2. Kamis wage 19 Maret 1903 versi ini muncul dari sejumlah saksi ketika diperiksa dalam Pengadilan Negeri Purworejo, diungkapkan bahwa Ibu Siti Senen, ibu kandung WR Supratman dalam keadaan mengandung tua pulang ke desa asalnya yaitu Somongari pada hari kamis wage dan kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki.
Namun dalam sejarah yang banyak ditulis mengakui bahwa WR Supratman lahir tanggal 9 Maret 1903.
Versi tempat kelahiran WR. Supratman :
1. Di “Maester Cornelis” atau sekarang Jatinegara, Jakarta 9 Maret 1903 versi ini dikutip dari penulis Matu Mona dan penulis Abdullah Puar. Versi ini bersumber dari jawaban surat yang diterima Matu Mona dari Ny. Rukiyem Supratinah (kakak WR.Supratman) yang ditulis oleh Urip Supardjo (adik WR. Supratman).
2. Di dukuh Trembelang, desa Somongari, kecamatan Kaligesing, kabupaten Purworejo.
Kedua pendapat mengenai tempat kelahiran WR Supratman telah berupaya dijernihkan oleh PEMDA kabupaten Purworejo, melalui berbagai penelitian dan diskusi yang melibatkan pihak- pihak terkait sejak beberapa puluh tahun lalu. Sampai akhirnya diyakini bahwa WR Supratman memang lahir di desa Somongari. Untuk itu kemudian PEMDA Purworejo mendirikan monumen WR. Supratman, GOR WR Supratman serta jalan WR. Supratman sebagai bentuk penghargaan dan kebanggaan terhadap salah satu putera terbaiknya.
Sejarah versi Purworejo
Melalui serangkaian penelitian dan diskusi tentang asal usul kelahiran WR. Supratman, PEMDA Purworejo merasa yakin bahwa pencipta lagu Indonesia Raya itu lahir di Purworejo. Dia lahir dari seorang wanita bernama Mbok Senen, dari hasil perkawinannya dengan Partodikromo, seorang pribumi yang menjadi serdadu Belanda berpangkat kopral. Mbok Senen merupakan perempuan kelahiran Somongari, namun kemudian tinggal di Cimahi, Bandung untuk mengikuti tugas suaminya. Di Cimahi itu pula lahir ketiga anak perempuan yang merupakan kakak- kakak WR Supratman yaitu Soepratijah, Soepratinah dan Soepratijem. Namun kemudian mengandung anak keempat, mbok Senen purik (Pergi) dari suaminya dan kembali ke Somongari. Di tempat kelahirannya tepatnya dirumah kakeknya bernama Soprono, mbok Senen melahirkan seorang anak lelaki pada suatu hari pasaran wage di tahun 1903. Karena itulah anak lelaki itu kemudian diberi nama Wage sesuai hari pasarannya. Namun Wage kecil dan ibunya tidak lama di Somongari, karena Soepartijah anak tertua mbok Senen membawanya ke Jatinegara beserta mbok Senen. Pada saat itulah Soepartijah telah menikah dengan seorang Belanda bernama Rudolf Eldiek. Setelah berkumpul dengan keluarga barunya nama Wage ditambahi menjadi Rudolf Supratman dan dibuatkan keterangan lahir atau “ Geeborte Akte” di Jatinegara yang pada waktu itu bernama Maester Cornelis.
Dari sinilah nampaknya permasalahan itu muncul, apalagi kemudian ada sumber tertulis yaitu dari Pengadilan negeri Surabaya yang mengabulkan permohonan untuk ahli waris WR Supratman pada tahun 1958. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa WR Supratman lahir di Jatinegara tahun 1903, padahal biasanya sejarah ditulis berdasarkan sumber- sumber tertulis yang dianggap lebih faktual dibanding keterangan saksi- saksi hidup. Sehingga dalam perkembangannya sejarah menulis WR Supratman lahir di Jatinegara (Jakarta) bukan Purworejo. Namun demikian nampaknya akan lebih bijaksana apabila keterangan saksi hidup juga menjadi pertimbangan. Mengingat sumber-sumber tertulis (apalagi hanya satu dua) bisa saja dalam proses pembuatannya dipengaruhi oleh faktor- faktor tertentu. Seperti apa yang diungkapkan oleh Separdjo (adik tiri WR Supratman) bahwa pernyataan WR Supratman lahir di Jatinegara bukan di Somongari dimaksudkan untuk menjaga gengsi saja.
Kisah hidupnya
Setelah menjadi anak angkat keluarga Rudolf Eldik, WR Supratman disekolahkan di sekolah Belanda. Menurut beberapa sumber nama Rudolf diberikan untuk mempermudah memasukkan ke sekolah Belanda. Sementara sumber lain menyebutkan nama Rudolf itu muncul karena pada saat memainkan sandiwara untuk kepentingan amal, ia memerankan tokoh bernama Rudolf. Kepandaiannya bermain musik, membuat dirinya menjadi seorang komponis yang berhasil menciptakan sebuah mahakarya yakni “Indonesia Raya”. Meski dibesarkan dilingkungan yang sebagian besar orang Belanda, namun jiwa patriotisme WR Supratman tetap kental. Sekitar tahun 1926-1930 WR Supratman telah mengunjungi Somongari dua kali, banyak saksi hidup yang sempat dimintai keterangan yang melihat kedatanganWR Supratman. Karena kondisi ekonomi yang pas- pasan WR Supratman sering sakit- sakitan. Oleh saudara- saudaranya ia disarankan untuk istirahat di tempat kakaknya di Pemalang dan kemudian ke Surabaya. Pada tanggal 17 Agustus 1938 WR Supratman menghembuskan nafas terakhir di Surabaya. Beliau meninggal sebagai salah satu pahlawan yang jasanya tak akan pernah dilupakan oleh segenap rakyat.
Sumber: Kiprah Edisi agustus 2001 hlm.,5-6. & Wikepedia dengan beberapa perubahan.
Minggu, 13 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar