Minggu, 24 Januari 2010

RAA Cokronagoro IV Pelopor Pendidikan di Purworejo

RAA Cokronagoro IV memerintah tahun 1907 hingga 1919. Raden Adipati Aryo Sugeng Cokronagoro IV merupakan putera RAA Cokronagoro III yang berasal dari isteri yang berasal dari keraton Yogyakarta. Beliau diangkat sebagai bupati kebetulan karena kedua kakaknya perempuan. Dan resmi memerintah tahun 1907 -1919, beliau telah aktif bergelut dipemerintahan sejak muda. Sebelumnya beliau juga sering mewakili ayahnya untuk menghadiri acara resmi atau dalam hal mengatur pemerintahan. Sebab saat itu ayahnya sering sakit. Sejak belum resmi menjadi bupati sudah banyak kegiatan yang dilakukannya, diantaranya beberapa saluran irigasi dan bendungan mulai dibangun sejak kedudukannya mewakili ayahnya. Bendungan yang menjadi karya RAA Cokronagoro IV antara lain ;
1) Bendung Penungkulan dengan selokannya
2) Bendung Guntur dengan selokannya
3) Bendung Kalisemo
4) Bendung Kedhung Pucang di desa Trirejo
RAA Cokronagoro IV mempunyai inisiatif untuk mendirikan sekolah desa yang lamanya hanya tiga tahun. Sekolah–sekolah itu didirikan di desa – desa yang padat penduduknya. Pada tahun 1911, di kabupaten Purworejo mulai didirikan sekolah “ongko loro” selama 5 tahun. Sekolah tersebut didirikan di ibukota asisten wedono (kecamatan) yang padat penduduknya, bagi murid sekolah ongko loro yang sudah tamat eksamen (ujian) bisa mengikuti kursus tambahan selama enam bulan. Mereka yang sudah tamat kursus bisa menjadi guru dan mengajar di sekolah “ongko loro”. RAA Cokronagoro IV sangat getol dalam mengingkatkan mutu pendidikan bagi rakyatnya, sejak tahun kelima sekolah ongko loro didirikan mulai banyak calon guru yang selesai mengikuti kursus, sehingga mulai tahun 1915 terdapat sejumlah sekolahan yang dibangun. Sekolah ongko loro yang didirikan antara lain;
1) Banyuasin untuk pendidikan anak- anak di wilayah asisten wedono Loano.
2) Pangen Gudhang untuk anak – anak di wilayah asisten wedono Purworejo
3) Banyuurip untuk anak – anak di wilayah asisten wedono Banyuurip
4) Bayan untuk anak – anak di wilayah asisten wedono Bayan
5) Kemanukan untuk anak – anak di wilayah asisten wedono Soko. (sebagai catatan dahulu di Purworejo ada asisten wedono Soko yang letaknya disebelah timur sungai Bagawanta. Tetapi kemudian kecamatan Soko dihapus dan kini masuk dalam wilayah Kecamatan Bagelen)
6) Kuwojo untuk anak – anak di wilayah asisten wedono Bagelen
Pada masa itu juga didirikan sekolah khusus anak perempuan yang bernama “Meisjeskopschool” di Purwodadi dan Purworejo. Karesidenan Bagelen pada masa pemerintahan RAA Cokronagoro IV sudah tidak ada sebab telah dihapus dan masuk dalam wilayah karesidenan Kedu. Sejak tanah Bagelen dan Banyumas diminta oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1930, dijadikan status Gewest atau Residentie (karesidenan), dengan ibukotanya Purworejo. Sehingga kota Purworejo sebagai kota administrative berakhir tanggal 1 Agustus 1901. Pada masa pemerintahan RAA Cokronagoro IV diadakan pemugaran benteng (tangsi) Kedhung Kebo. Tangsi yang dahulu hanya dengan pagar kawat berduri dan bambu oleh Pemerintah Hindia Belanda dibangun pagar tembok. Ini merupakan langkah Pemerintah Kolonial Belanda dalam rangka mengawasi gerak-gerik RAA Cokronagoro IV yang akrab dengan keluarga taman siswa dari Yogyakarta. Dalam masa pemerintahannya juga dibangun rumah sakit umum pada tahun 1915 yang dilakukan oleh zending dan kemudian berubah nama menjadi RSUD saras Husada. Sementara Pemerintah Hindia Belanda melakukan pembangunan rumah sakit militer. RAA Cokronagoro berjiwa keras, selama masa pemerintahannya beliau selalu ditekan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hak-haknya dibatasi, sehingga membuatnya berani menentang Pemerintah Hindia Belanda. Sikap ini tidak disenangi oleh Belanda, dan ketika beliau menikahi wanita Eropa Johanna Giezenberg dianggap sebagai perkawinan yang keliru. Sebab dimata penjajah pribumi merupakan warga negara kedua. Warga negara nomor satu adalah Belanda dan Eropa dan dilarang keras pribumi meskipun bupati menikah dengan orang Eropa. RAA Cokronagoro IV diturunkan dari jabatannya dengan tidak hormat tahun 1919, dan kemudian pindah ke Yogyakarta. Setelah dua tahun menetap di Yogyakarta, beliau dipanggil oelh Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian melantik dirinya kembali sebagai bupati, namun pada hari yang bersamaan turun surat keputusan pensiun. Sesudah menerima surat keputusan pensiun beliau kembali ke Yogyakarta dan 15 tahun kemudian 29 Januari 1936 meninggal dunia dan dimakamkan di makam Lempuyangan yang semula menjadi makam khusus KRT Cokrojoyo.
Sumber; buku Atas Danusubroto dengan beberapa perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar